Dua Mahasiswa Ini Ciptakan Bio Etanol dari Buah Salak


Rovil Amin 2016-12-05 14:54:55 Pendidikan 155 kali

Muhammad Fahmi Husein (19) dan Rissa Restu Budi Rahayu (18) menciptakan bio etanol dari buah salak (Foto : Istimewa)

Jakarta, Kabar28.com - Muhammad Fahmi Husein (19) dan Rissa Restu Budi Rahayu (18) menciptakan bio etanol dari buah salak. Ide membuat bio etanol dari buah salak awalnya tercetus ketika Fahmi melihat tumpukan limbah buah salak di areal tempat tinggalnya di Dadapan, Wonokerto, Turi, Sleman yang memang terkenal sebagai daerah penghasil salak.

Biasanya limbah salak sebagian kecil dimanfaatkan sebagai pupuk. Sebagian besar dibuang, ditumpuk hingga membusuk mengakibatkan bau menyengat. “Produksi salak setahun mencapai 28.000 ton, sedangkan sisa buah salak yang sudah tidak layak jual rata-rata 3.000 ton pertahun,” kata Rissa kepada KRjogja.com.

Proyek ini pada mulanya digagas oleh Fahmi dan Rissa untuk mengikuti Toyota Eco Youth Competition ke 10. Fahmi tahun lalu sudah pernah memasukkan proposal penelitiannya ke Eco Youth, walau belum lolos mendapat telefon pemberitahuan.

“Mereka kasih tahu, mau ikut lagi atau tidak. Kalau mau silakan dibuat proposalnya, karena tiga hari lagi pendaftaran sudah ditutup,” kenang Fahmi.

Maka dalam tiga hari itu pula rancangan proposal mereka garap dan kirim. Dari total 2.533 proposal yang masuk, proposal mereka menjadi satu di antara 25 proposal yang lolos dan berhak mempresentasikan karya mereka di Jakarta pada 19 Desember mendatang.

Untuk membuat bio etanol, pertama-tama salak dipisahkan antara kulit, biji dan daging buahnya. Kemudian daging buah digiling halus dan direbus. Setelah itu diberi ragi dan difermentasi selama seminggu. “Ada juga yang tidak direbus dan langsung difermentasi, tetapi hasilnya untuk memfermentasi dua kali lebih lama,” terang Fahmi.

Terakhir, salak yang sudah terfermentasi diperas dan didistilasi lebih lanjut menggunakan alat yang mereka rakit sendiri. “Setiap sepuluh kilogram buah salak bisa menghasilkan satu liter bio etanol. Harganya berkisar antara Rp30.000 ke atas tergantung konsentrasinya,” terang Fahmi memaparkan nilai ekonomi bio etanol buatan mereka.

Selain sebagai bahan bakar pengganti BBM untuk motor dan gas untuk kompor, ampas sisa perasan salak jika sudah dikeringkan tetap dimanfaatkan sebagai pupuk. “Kalau dulu saya suka jijik kalau lihat barang busuk, sekarang malah senang, dicari-cari,” curhat Rissa.

Selain itu, di sela-sela kesibukan kuliah, justru hal ini menjadi hiburan bagi Fahmi dan Rissa. Kadang kala ada kejadian yang tidak terduga pula menyertai. Pernah suatu ketika alkhohol tumpah sehingga api menjalar keluar. “Untung langsung bisa diatasi, jadi aman-aman saja,” cerita Fahmi.

Pernah juga mereka alpha menaruh tanaman yang sudah diberi pupuk di halaman yang terdapat banyak ulat. Sehingga tanaman habis dimakan ulat. Fahmi dan Rissa sendiri sudah menggarap penelitian mereka sejak bulan Mei 2016 saat mereka masih duduk di bangku SMA kelas XII di SMA Muhammadiyah Pakem, Sleman.

Sekarang, Fahmi mahasiswa D3 Ilmu Komputer UGM 2016 dan Rissa, mahasiswi Pendidikan Luar Biasa UNY 2016 ini tengah disibukkan oleh berbagai persiapan menjelang presentasi final karya mereka sebulan lagi. Mulai dari menyempurnakan alat, tes laboratorium hingga sosialisasi ke dinas dan warga serta ibu-ibu PKK mengenai produk mereka.

“Alhamdulillah, respon positif. Warga dan dinas banyak yang mendukung. Ke depannya kami berharap agar produk ini dapat dibuat secara massal sehingga menjadi nilai tambah ekonomi bagi warga,” harap Fahmi.

Sumber : Okezone.com

Bagikan Berita/Artikel ini :

Berita Terkait


Berita Terbaru


close