Alasan Sri Mulyani Bungkam Soal Bocornya Surat Bos Besar Freeport


Lia Cikita 2017-10-03 18:45:40 Ekonomi 30 kali

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Foto : istimewa)

Jakarta, Kabar28.com,  - Pekan lalu, surat CEO Freeport-McMoRan Inc, Richard Adkerson, kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Hadiyanto bocor dan beredar.

Surat bertanggal 28 September 2017 itu intinya menolak proposal pemerintah soal divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menjelaskan alasannya diam soal heboh bocornya surat bos besar Freeport tersebut.

 

Hal tersebut diungkapkan Sri Mulyani, usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kompleks Istana, Jakarta, Selasa (3/10/2017).


"Kalau mengenai masalah Freeport, karena kami sedang melakukan negosisasi saya tidak memberikan dulu, supaya tidak sepotong-sepotong agar tidak menimbulkan pemahaman yang agak membingungkan bagi semua pihak, jadi saya tidak menyampaikan apa-apa, termasuk berbagai hal itu," kata Sri Mulyani.

Suara yang diungkapkan Sri Mulyani juga sekaligus menjawab terkait dengan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terkait 33 laporan hasil pemeriksaan (LHP) dengan tujuan tertentu (DTT) dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHSP) I-2017, salah satunya mengenai kontrak karya (KK) Freeport Indonesia tahun 2013-2015.

Melansir IHSP I-2017, Selasa (3/10/2017) hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa pengelolaan pertambangan mineral pada Freeport Indonesia belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk menjamin pencapaian prinsip pemanfaatan sumber daya alam (SDA) yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.

Pemerintah melalui PP Nomor 45 tahun 2003 yang telah diubah dalam PP Nomor 9 Tahun 2012 telah menetapkan besaran tarif iuran tetap dan royalti tambahan. Akan tetapi BPK menemukan Freeport Indonesia masih menggunakan tarif yang tercantum dalam KK yang lebih rendah dan tidak disesuaikan dengan tarif baru tersebut.

Atas temuan tersebut ditemukan hilangnya potensi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) periode 2009-2015 sebesar US$ 445,96 juta atau setara Rp 5,97 triliun (kurs Rp 13.400).

Lalu BPK juga menemukan, dasar penghitungan pencairan jaminan reklamasi yang dilakukan Kementerian ESDM tidak akurat. Sehingga terdapat kelebihan pencairan jaminan reklamasi yang seharusnya masih ditempatkan pemerintah Indonesia sebesar US$ 1,43 juta atau setara Rp 19,16 miliar.

BPK juga menemukan permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangan-undangan dalam Kontrak Karya Freeport Indonesia, meliputi penerimaan selain denda keterlambatan yang belum dipungut. Biaya concentrate handling yang dikeluarkan Freeport Indonesia akan mengurangi royalti yang dibayarkan kepada pemerintah.

Sumber : detiknews.com

Bagikan Berita/Artikel ini :

Berita Terkait


Berita Terbaru


close