Pengujuk Rasa : Kenaikan Kebutuhan Masyarakat Kado Pahit Awal Tahun


Aksi unjuk rasa Gerakan Mahasiswa Pembebasan di Gedung DPRD Sumsel. (foto : adi)
Palembang, Kabar28.com,- Sejumlah orang yang mengatasnamakan diri mereka Gerakan Mahasiswa Pembebasan menyambangi gedung DPRD Sumsel, Senin (16/1).
Kedatangannya tersebut untuk menyatakan sikap tidak setuju atas putusan pemerintah yang telah menaikkan sejumlah kebutuhan masyarakat mulai dari harga bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik, pajak, serta sembako.
Menurut para pendemo, hal ini dinilai sebagai sebuah kado pahit awal tahun 2017.
Peserta aksi unjuk rasa dihalangi pihak kepolisian dan satuan Pol PP dan hanya sebatas pagar masuk gedung dengan alasan telah ada aturan baru yang menyatakan harus melindungi aset negara.
Koordinator aksi (Korak), Rahmat Kurniawan dalam orasinya menyatakan sikap jika semua kenaikan yang terjadi serta adanya defisit anggaran negara yang membuat kondisi rakyat sengsara.
Menurutnya, selama 2 tahun kepemimpinan Jokowi-JK, kebijakan yang diterapkan adalah kebijakan yang pro terhadap kapital asing dan aseng.
"Ini menunjukkan rezim penguasa saat ini tak berbeda jauh dengan rezim sebelumnya, yakni rezim neolib yang berlindung dibalik citra wong cilik," ucapnya.
Ia menambahkan, kepada pihak pemerintah agar mampu menyediakan kebutuhan masyarakat begitu juga dengan wakil rakyat.
“Kami juga kecewa karena tidak bisa masuk kedalam, padahal kami aksi damai, tidak pernah anarkis,” tambahnya.
Selang beberapa menit, pengunjuk rasa ditemui langsung oleh Wakil DPRD Sumsel Yansuri dari Fraksi Golkar dan anggota Komisi III dari Fraksi PKS yakni Syaiful Padli.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Pimpinan DPRD Sumsel Yansuri soal kenaikan itu peraturan dan keputusan nasional. “Kalau itu hanya perda maka akan kami rapatkan segera begitupun pergub bisa dirapatkan. Kalau demo itu langsung berurusan dengan pihak kepolisian. Dan sudah ada aturannya harus melindungi aset negara meskipun gedung DPRD ini adalah rumah rakyat," kata dia.
Ditempat yang sama, anggota dewan lainnya Syaiful Padli menegaskan, beberapa wakil rakyat lainnya secara pribadi satu suara terhadap kebijakan yang tidak berpihak kepada masyarakat. "Jika soal khilafah tak etis jika dibahas disini. Indonesia masih memakai demokrasi,” tutup dia.(AD).